Sleeping soundly: Emma Chell, pictured with boyfriend Chris, must spend each night on a ventilator



Merupakan sesuatu yang normal bagi sebagian besar dari kita jika tertidur saat menonton televisi atau di dalam bus saat perjalanan panjang, namun bagi Emma Chell hal ini dapat membuat ia kehilangan nyawanya.

Emma Chell, wanita berusia 24 tahun ini adalah wanita tertua kedua di Inggris yang hidup dengan sindrom congenital central hypoventilation (CCHS), sebuah penyakit langka yang hanya diderita 200 orang di dunia.
Diketahui, penderita kondisi ini menjadi lupa untuk bernapas setiap kali mereka secara tidak sengaja tertidur, karena kesalahan dalam refleks saraf yang mengontrol pernapasan.
Satu-satunya cara agar Emma dapat tertidur adalah dengan menggunakan masker khusus yang membantunya bernafas sementara ia tertidur.
Determined: Emma wants to live as normal a life as possible

“Aku tidak akan pernah bisa tidur di suatu tempat karena aku akan mati. Jika merasa mengantuk di siang hari, aku biasanya berjalan-jalan untuk menghilangkannya.” jelas Emma.
Pada dua tahun pertama hidupnya, Emma menghabiskannya di rumah sakit sementara para dokter mencoba untuk mencari tahu penyebab mengapa ia tiba-tiba berhenti bernapas.

Hanya 1 dari 200.000 anak lahir dengan kondisi seperti ini, namun saat ini hanya sekitar 200 orang penderita CCHS di dunia yang hidup, karena tingkat kematiannya yang sangat tinggi, dan Emma adalah salah satu dari 30 penderita CCHS di Inggris.
Kondisi ini juga dikenal dengan ‘Kutukan Ondine’, sebuah mitos tentang peri air yang memiliki seorang kekasih manusia yang tidak setia, yang bersumpah setia kepadanya bahwa setiap napas akan menjadi kesaksian dari cintanya. Namun saat mengetahui perzinahannya, sang peri mengutuk sang pria bahwa ia akan lupa untuk bernapas saat jatuh tertidur.
“Masa kehamilan saya saat mengandung Emma sepenuhnya normal sampai saat ia dilahirkan.” tutur ibunya Carole (51).
“Dia segera menjadi biru dan dibawa ke unit gawat darurat. Pada awalnya, para dokter hanya ingin memantau, tetapi mereka menemukan bahwa setiap kali ia tertidur, Emma akan berhenti bernapas, kadar oksigen-nya akan turun dan mereka harus membangunkannya lagi.” tambah sang ibu.
Namun para dokter tak bisa melakukan hal itu (membuat Emma terjaga) secara terus menerus, dan akhirnya memasangkan alat pernapasan khusus kepadanya. Akhirnya, Prof Peter Fleming, profesor pediatri di Rumah Sakit Anak di Bristol, mendiagnosis Emma menderita CCHS.
Emma kemudian menjalani operasi trakeostomi untuk memasukkan pipa pernapasan ke lehernya, tetapi dokter masih terlalu takut untuk mengijinkan Emma kecil untuk dibawa pulang orangtuanya, sampai ia berusia dua tahun.
Akhirnya, Carole dan suaminya David (56), dilatih untuk menggunakan mesin ventilasi dan monitor oksigen yang memungkinkan Emma untuk tidur.
Dan ketika Emma mulai sekolah, ia harus didampingi orang dewasa setiap saat untuk berjaga-jaga jangan sampai ia tertidur, sehingga sulit bagi Emma untuk menyesuaikan diri dan mendapatkan teman.
Tahun lalu, Emma terserang Meningitis C yang hampir mencabut nyawanya. Dimana ia jatuh dalam koma dan harus menghabiskan sepuluh hari pemulihan di rumah sakit.
Sekarang, setelah menyelesaikan kursus komputer di perguruan tinggi setempat, Emma ingin melanjutkan hidupnya, serta menghabiskan waktu dengan sang pacar Chris Mason (29).
“Saya menghabiskan dua tahun pertama dalam hidup di rumah sakit, dan tidak mampu bersuara sama sekali sampai berusia 18 bulan. Bahkan mereka menugaskan orang dewasa untuk mengawasi aku sepanjang waktu di sekolah, dan ini membuatku sangat sulit untuk menyesuaikan diri. Hanya ketika saya mulai kuliah di usia ke-18, hal-hal mulai membaik.” tutur Emma sambil menambahkan bahwa ia ingin menunjukan kepada sesama penderita CCHS bahwa mereka dapat hidup normal dan tidak perlu takut akan masa depan.

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments