KEKEJAMAN TENTARA AS DI AFGANISTAN (CRUELTY OF U.S. SOLDIERS IN AFGHANISTAN) !
-
Andew Holmes berpose dekat mayat Gul Mudi. (Andrew Holmes poses with Gul Mudin’s body).
-
Selama 5 bulan pertama tahun 2010, satu peleton tentara AS di Afghanistan pergi melakukan penembakan untuk kesenangan mereka, menewaskan sedikitnya 4 warga sipil tak bersenjata dan memutilasi beberapa mayat korban.
-
Tim pembunuh” tersebut adalah anggota dari Brigade Kendaran Lapis Baja Stryker ke-5 yang ditempatkan dekat Kandahar, Afghanistan, kemudian mereka mengambil puluhan foto pembunuhan tersebut dan lain-lainnya.
-
Sebelum kejahatan perang yang dilakukan tentara AS tersebut terkuak ke publik, Pentagon (Departemen Pertahanan AS) melakukan langkah-langkah yang luar biasa untuk mencegah foto-foto tersebut agar tak tersebar ke publik, mencari setiap foto-foto yang ada dan menarik dari peredaran agar tak terjadi skandal besar seperti skandal Abu Ghraib.
-
Lebih dari 150 foto-foto yang telah diperoleh majalah Rolling Stone, menggambarkan kebiasaan tentara AS yang membunuh warga sipil yang tak berdosa untuk kesenangan mereka. ”Kebanyakan anggota tentara di unit ini tidak menyukai orang-orang Afghanistan,” kata seorang tentara kepada para penyelidik militer AS. “Setiap anggota unit akan mengatakan bahwa mereka (orang-orang Afganistan) adalah orang-orang liar.”
-
Banyak foto yang menggambarkan pembunuhan tersebut yang belum diidentifikasi oleh Pentagon. Di kalangan para prajurit AS, koleksi foto-foto semacam itu oleh mereka diperlakukan sebagai kenang-kenangan.
-
(During the first five months of last year (2010), a platoon of U.S. soldiers in Afghanistan went on a shooting spree, killing at least four unarmed civilians and mutilating several of the corpses. The “kill team” – members of the 5th Stryker Brigade stationed near Kandahar – took scores of photos chronicling their kills and their time in Afghanistan. Even before the war crimes became public, the Pentagon went to extraordinary measures to suppress the photos, launching a massive effort to find every file and pull the pictures out of circulation before they could touch off a scandal on the scale of Abu Ghraib.
-
The images – more than 150 of which have been obtained by Rolling Stone – portray a front-line culture among U.S. troops in which killing innocent civilians is seen as a cause for celebration. “Most people within the unit disliked the Afghan people,” one of the soldiers told Army investigators. “Everyone would say they’re savages.
-
Many of the photos depict explicit images of violent deaths that have yet to be identified by the Pentagon. Among the soldiers, the collection was treated like a war memento.)
-
-
Sewaktu istrirahat, para prajurit AS mengambil foto diri mereka untuk merayakan pembunuhan mereka. Pada foto di atas, tampak kopral Jeremy Morlock (21 tahun) menyeringai dan mengacungkan jempolnya saat ia berpose dekat mayat Gul Mudin (15 tahun). Perhatikan, jari kanan anak tersebut tampak telah terputus. Sersan kepala Calvin Gibbs melaporkan bahwa jari tangan anak itu dipotong dengan menggunakan gunting yang tajam kemudian jari tangan itu oleh Morlock diberikan kepada Andrew Holmes sebagai “pialapenghargaan atas pembunuhan pertama yang dilakukan oleh Holmes. Mudin mengenakan topi kecil dan jaket hijau gaya Barat. Dia tak memegang apa-apa di tangannya yang bisa diduga sebagai senjata, juga tidak memegang sekop. Ekspresi wajahnya ramah. “Dia bukan ancaman,” Morlock mengaku kemudian. (In a break with protocol, the soldiers also took photographs of themselves celebrating their kill. In the photos, Cpl. Jeremy Morlock (21) grins and gives a thumbs-up sign as he poses with Gul Mudin’s body (15). Note that the boy’s right pinky finger appears to have been severed. Staff Sgt. Calvin Gibbs reportedly used a pair of razor-sharp medic’s shears to cut off the finger, which he presented to Pfc. Andrew Holmes as a trophy for killing his first Afghan. Mudin was wearing a little cap and a Western-style green jacket. He held nothing in his hand that could be interpreted as a weapon, not even a shovel. The expression on his face was welcoming. “He was not a threat,” Morlock later confessed).
-
-
Kopral Jeremy Morlock bersama Sersan Kepala David Bram. (Cpl. Jeremy Morlock with Staff Sgt. David Bram).
-
-
Kopral Jeremy Morlock dengan pistol yang ditemukan di tempat kejadian. (Cpl. Jeremy Morlock with the pistol found at the scene).
-
-
Walaupun Morlock telah bergabung dengan Angkatan Darat AS, ia terus mendapat masalah. Pada tahun 2009, sebulan sebelum ia dikirim ke Afghanistan, ia dituduh melakukan kekerasan, menyundut istrinya dengan rokok. Setelah ia tiba di Afghanistan, ia kedapatan membawa opium, ganja, Ambien, amitriptyline, flexeril, Phenergan, codeine, trazodone. (Even after he joined the Army, Morlock continued to get into trouble. In 2009, a month before he deployed to Afghanistan, he was charged with disorderly conduct after burning his wife with a cigarette. After he arrived in Afghanistan, he did any drug he could get his hands on: opium, hash, Ambien, amitriptyline, flexeril, phenergan, codeine, trazodone).
-
-
6. Morlock berpose bersama seorang anak Afghanistan. Foto-foto yang dikoleksi oleh tentara AS termasuk banyak foto anak-anak penduduk setempat, dan juga menampilkan korban berdarah anak-anak. Di suatu tempat, tentara Peleton 3 dari kendaran lapis baja Stryker melempar keluar permen saat mereka berkendara melalui sebuah desa dan kemudian mereka menembaki anak-anak yang datang berlari untuk memungut permen. (Morlock posing with an Afghan child. The photos collected by soldiers included many shots of local children, often filed alongside images of bloody casualties. At one point, soldiers in 3rd Platoon talked about throwing candy out of a Stryker vehicle as they drove through a village and shooting the children who came running to pick up the sweets).
-
-
Seorang tentara tak dikenal di samping puing-puing sebuah truk Polisi Nasional Afghanistan yang telah diledakkan dekat gerbang pangkalan. Di dalam truk tersebut, Sersan Kepala Gibbs menemukan sebuah senjata AK-47 dengan popor lipat dan 2 majalah. Menurut saksi, Gibbs meletakkan AK-47 dan majalah tersebut ke dalam sebuah kotak logam di salah satu kendaran lapis baja Strykers dan kemudian menggunakannya untuk membingkai 2 warga sipil tidak bersenjata yang dibunuh oleh pasukan AS yang dianggap sebagai musuh. (An unidentified soldier next to the wreckage of an Afghan National Police truck that had been blown up near the base’s gate. Inside the truck, Staff Sgt. Gibbs found a working AK-47 with a folding butt stock and two magazines. According to witnesses, Gibbs placed the AK-47 and the magazines in a metal box in one of the Strykers and later used them as “drop weapons” to frame two unarmed civilians the platoon killed as enemy combatants).
-
-
Didalam proses memblokir foto-foto tersebut, Angkatan Darat AS mungkin juga telah berusaha menjaga kerahasiaan kejadian pembunuhan warga sipil yang dilakukan oleh beberapa anggota Peleton 3. Dalam foto di atas, mayat 2 orang Afganistan diikat tangannya bersama-sama, dan diletakkan disamping jalan. (In the process of suppressing the photographs, the Army may also have been trying to keep secret evidence that the killings of civilians went beyond a few men in 3rd Platoon. In this image, the bodies of two Afghan men have been tied together, their hands bound, and placed alongside a road).
-
-
Sebuah tanda, tulisan tangan di atas karton boks, digantungkan ke leher orang mati. Tulisannya : TALIBAN MATI. Menurut sumber unit militer Bravo, korban-korban tersebut dibunuh oleh peleton lain, yang sebelumnya tidak pernah terlibat skandal itu. “Korban pembunuhan tersebut adalah beberapa petani yang tak bersalah,” menurut sumber tersebut. “Prosedur standar operasi mereka, setelah membunuh para korban, korban di seret ke sisi jalan.” (A sign – handwritten on cardboard fashioned from a discarded box of rations – hangs around the dead men’s necks. It reads: TALIBAN ARE DEAD. According to a source in Bravo Company, who spoke on the condition of anonymity, the men were killed by soldiers from another platoon, which has not yet been implicated in the scandal. “Those were some innocent farmers that got killed,” the source says. “Their standard operating procedure after killing dudes was to drag them up to the side of the highway”).
-
-
Koleksi foto-foto juga termasuk lusinan foto korban tak dikenal, seperti juga dengan kepala orang terpenggal yang tampak di foto di atas. Di dalam banyak foto, tidak jelas apakah korban adalah warga sipil atau anggota Taliban. Kemungkinan bahwa para korban tak dikenal tidak ada hubungannya dengan perbuatan Peleton 3, dan tak melibatkan aksi ilegal tentara Amerika. Namun mengambil foto korban tersebut dan berbagi dengan orang lain, jelas merupakan pelanggaran norma-norma Angkatan Darat Amerika. (The collection of photos includes several dozen images of unidentified casualties, including this one of a severed head. In many of the photos it is unclear whether the bodies are civilians or Taliban. It is possible that the unidentified deaths are unrelated to 3rd Platoon, and involved no illegal acts by U.S. soldiers. But taking such photos, let alone sharing them with others, is a clear violation of Army standards).
-
-
Sebelum terjadinya pembunuhan terhadap Mudin, di bulan Nopember 2009 unit militer Baravo dikirim untuk memulihkan tubuh seorang pemberontak yang terbunuh oleh roket helikopter tempur. Ketika mereka mengumpulkan sisa-sisa tubuhnya. seperti yang terlihat pada foto di atas, salah satu dari mereka mengeluarkan pisau berburu lalu menikamkannya ke mayat tersebut. Sersan kepala Gibbs yang baru saja bergabung dengan peleton tersebut sebagai pemimpin pasukan, bermain dengan gunting di dekat jari mayat tersebut. “Aku ingin tahu apakah gunting ini bisa memotong jari ?” tanya Gibbs. (Prior to the murder of Mudin, in November 2009, the soldiers of Bravo Company were dispatched to recover the body of an insurgent who was killed by rockets from a helicopter gunship. As they collected the remains, which appear to be those shown here, one took out a hunting knife and stabbed the corpse. Staff Sgt. Gibbs, who had recently joined the platoon as a squad leader, began playing with a pair of scissors near the dead man’s hands. “I wonder if these can cut off a finger?” Gibbs asked).
-
-
AS MINTA MAAF SOAL FOTO KONTROVERSIAL
-
WASHINGTON DC — Angkatan Darat Amerika Serikat (AS) menyampaikan permintaan maaf secara resmi atas foto kontroversial sejumlah personel AS di Afghanistan. Foto itu menunjukkan para personel tersebut berpose dengan para korban warga sipil Afghanistan.-
Dalam pernyataannya, Angkatan Darat AS menyebutkan foto yang dimuat di majalah Rolling Stone dan Der Spiegel itu sangat mengganggu dan bertentangan dengan aspek kemanusiaan. Foto-foto itu diperkirakan dibuat 2010 saat para personel “nakal” bertugas di Afghanistan.-
Menurut BBC, militer AS juga telah mengadili mereka yang diduga terlibat dalam kasus ini. Salah satu pelakunya adalah Jeremy Morlock yang dihukum 24 tahun. Mor lock mengajukan keringanan hukuman 2 hari setelah harian Jerman, Der Spiegel menerbitkan tulisan secara perinci penembakan oleh Morlock bersama serdadu AS lainnya di Afghanistan. Der Spiegel menampilkan foto Morlock bersama jenazah pria yang baru dibunuhnya Januari 2010.-
Menurut Eric Bates, editor eksekutif majalah Rolling Stone, pihaknya memiliki sekitar 150 foto sejenis dan 17 lainnya. Pihaknya telah menayangkan dua rekaman video serangan militer AS di Afghanistan.-
Der Spiegel juga mengaku memiliki sekitar 4.000 foto atau rekaman video sejenis. Beberapa foto memperlihatkan 2 prajurit berlutut di dekat tubuh warga Afghanistan yang tewas. Pose lain memperlihatkan serdadu AS menjambak rambut warga Afghanistan yang tewas. Salah satu tentara AS meringis menyaksikan adegan itu.-
Angkatan Darat AS akan mencari informasi lebih jauh guna mengungkap kebenaran meski harus berisiko menghadapi investigasi yang melelahkan dan sulit. Foto di Rolling Stone sungguh menyulitkan dan bertentangan dengan standar norma di Angkatan Darat AS, kata siaran pers Pentagon, yang dikutip USA Today.-
Penayangan foto itu kian mempertajam rasa benci antara rakyat Afghanistan dan pemerintahannya sendiri ataupun pasukan koalisi pimpinan AS di sisi lain. (Sumber: Koran Republika).

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments